Sampah identik dengan barang yang kumuh dan tidak berharga. Kesannya, sepele sehingga tidak memiliki nilai apapun.
Menurut laporan KLHK, masyarakat Indonesia memproduksi sampah mencapai 60 juta ton lebih dalam satu hari. Dan menurut Sustainable Waste Indonesia (SWI), masih 24% dari jumlah tersebut belum terkelola dengan baik.
Berarti ada sekitar 400 juta ton dalam satu bulan dan 5 miliar ton dalam satu tahun sampah di Indonesia masih berserakan. Hal ini, tentu membuat masalah baru: polusi dan pencemaran lingkungan.
Sisanya, hampir 69% sampah berakhir di TPA dan hanya 7% yang didaur ulang. Kondisi ini, apabila tidak segera direspon lama-lama sampah akan membukit dan menggusur pemukiman si pembuang sampah, karena makin banyaknya sampah yang dibuang tidak sebanding dengan pengelolaan sampah.
Tukar sampah dengan voucher belanja
Berdasarkan problem sampah tersebut, KPRI NEU Banyumas mencoba untuk berinisiatif mengurangi terseraknya sampah yang tidak terkelola. Khususnya, bagi calon anggota dan anggota KPRI NEU Banyumas.
Sekadar informasi, KPRI NEU Banyumas adalah koperasi milik pegawai RSUD Banyumas. Lokasi nya di Kecamatan Banyumas. KPRI NEU Banyumas telah memiliki pelbagai unit usaha, diantara nya adalah simpan pinjam, kulakan NEU (sentra kulakan/grosir), toko, dan cafe. Selain unit usaha tersebut, NEU juga memiliki program sosial: rumah baca dan bank sampah.
Bank sampah ini merupakan ikhtiar yang coba dilakukan oleh KPRI NEU Banyumas untuk merespon minimnya pengelolaan di Indonesia, khususnya di Kabupaten Banyumas. Karena di Kabupaten Banyumas sendiri, menurut data yang dipublikasi oleh Dinas Lingkungan Hidup Banyumas setiap harinya ada 600 ton sampah di Kabupaten Banyumas. Dan baru separo atau sekitar 55% sampah yang terkelola.
Dari program sosial tersebut, KPRI NEU Banyumas mengkampanyekan budaya pemilahan sampah. Sampah organik yang merupakan sisa dari makanan, dan sampah-sampah kering seperti plastik, kaleng dan kertas. Budaya pemilahan sampah tersebut, minimal dapat mengurangi pencemaran lingkungan di sekitar sampah. Sebab, terpisahnya sampah yang cepat terurai berupa makanan dan sampah yang perlu didaur ulang. Kemudian program sosial tersebut diberi nama gerakan “Beli Pakai Sampah”.
Bagaimana caranya?
Gerakan “Beli Pakai Sampah” ini dapat dilakukan oleh siapapun, pun termasuk koperasi dan atau pelaku bisnis lainnya. Selain bagian dari tanggungjawab sosial untuk mengurai permasalahan pengelolaan sampah, hal ini juga dapat memperluas unit usaha baru berupa bank sampah dan juga dapat meningkatkan income usaha yang telah ada dengan cara mengintegrasikan keduanya.
Cara kerjanya dibagi dua: pertama adalah cara kerja yang dilakukan oleh bank sampah, dan yang kedua adalah cara kerja yang dilakukan oleh unit usaha yang telah ada (misalnya toko). Meski keduanya di unit yang berbeda, namun keduanya dapat simbiosis mutualisme.
Bagi bank sampah, melakukan sosialisasi mengenai pemilahan sampah. Sehingga bank sampah tidak perlu repot lagi memilah sampah di gudang sampah. Sampah yang disetorkan sudah dipisahkan, mana sampah yang basah dan mana sampah yang kering.
Lantas apabila sudah terbiasa memilah sampah, langkah selanjutnya adalah memanfaatkan sampah yang telah terpilah. Selanjutnya, sampah tersebut ditimbang agar dapat menentukan nominal berapa yang didapat dari sampah tersebut yang terkumpul. Dengan begitu, bagi siapa saja yang telah menyetorkan sampah akan mendapatkan saldo yang dapat digunakan.
Nah, apabila sudah mendapatkan saldo. Saatnya si unit usaha yang lainnya ini memanfaatkannya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah hasil dari penukaran sampah yang telah terpilah dan terkonversi menjadi nominal saldo tersebut dengan voucher belanja. Misalnya, dapat paket sembako di unit usaha toko, atau gratis sekali cuci mobil, atau cuci laundry gratis, atau lainnya. Prinsipnya, nominal saldo yang sudah terkumpul melalui skema bank sampah mesti dimanfaatkan.
Melalui program sosial gerakan “beli pakai sampah” ini tentu tidak hanya menambah income baru bagi pengelola usaha, namun juga masyarakat juga merasakan dampak positif. Kenapa begitu? Karena yang selama ini menganggap bahwa sampah tidak berharga dan disepelekan, melalui program tersebut masyarakat beralih bahwa sampah juga berharga dan dapat bernilai ekonomis.
Selain itu, melalui program sosial gerakan “beli pakai sampah” tersebut, setidaknya dapat mengurangi beberapa kilogram problem pengelolaan sampah di sekitar. Sampah yang berpolusi tersebut, kini telah mendapatkan solusi. Salah satunya dengan program sosial gerakan “Beli Pakai Sampah”.
—————-
Mulkan Putra Sahada, HC
Manager Organisasi KPRI NEU Banyumas
Sumber