Ibukota di Palangkaraya, Apa Jadinya Indonesia?


Ibukota Republik Indonesia akan pindah dari Jakarta ke Palangkaraya Kalimantan Tengah. Hal ini akan berdampak pada pemerataan ekonomi di seluruh Tanah Air.

Penilaian tersebut disampaikan pengamat kebijakan publik dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Slamet Rosyadi.

"Secara umum, itu ide yang bagus. Selama ini pusat ekonomi kota di Jakarta. Sementara daerah-daerah lain seperti di luar Jawa menjadi kurang berkembang, fasilitas modern sebagian besar ada di Jakarta," kata Slamet, Senin 29 April 2019 dilansir Antara.

Slamet juga menyebutkan, pemisahan kota dagang dan industri dengan ibukota negara akan membawa dampak yang positif.

"Contohnya, Australia. Canberra sebagai ibu kota negara, bukan merupakan kota dagang atau industri. Dari awal Canberra adalah pusat administrasi pemerintahan. Kenapa? supaya warga yang membutuhkan layanan administrasi akan mengalami kemudahan. Tidak perlu bersusah payah karena kemacetan," ujarnya.

Indonesia berada di tangan yang tepat karena memiliki rencana yang berorientasi jauh maju ke depan. Dengan pemindahan ibukota, beban yang dipikul Jakarta selama ini bisa jauh berkurang.

Selain itu, lanjutnya, pemindahan ibukota negara bisa mempengaruhi arus dagang dan ekonomi nasional.

"Jika Jakarta mengalami bencana, bisa jadi akan mengganggu arus perdagangan dan ekonomi nasional," ujar Slamet.

Walaupun demikian, kata Slamet, rencana pemindahan ibukota perlu kajian yang mendalam dan penghitungan yang cermat.

"Jangan sampai di kemudian hari pemerintah kekurangan anggaran untuk membangun pusat pemerintah di daerah lain," jelas Slamet.

Sebelumnya, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro mengungkapkan estimasi biaya yang diperlukan untuk pembangunan ibu kota baru seluas 40.000 hektar di luar Pulau Jawa membutuhkan sekitar Rp 466 triliun.

Dalam kajian Bappenas mengenai pemindahan ibukota pemerintahan yang dipaparkan Bambang, pembiayaan pembangunan ibukota baru sebesar Rp 466 triliun memiliki porsi sekitar Rp 250 triliun dari pemerintah, dan sisanya oleh pihak swasta.

Sementara itu, pemerintah telah memilih untuk membangun ibukota baru pemerintahan di luar Pulau Jawa mengingat beban di DKI Jakarta yang semakin bertambah.

Pemerintah akan melakukan pertemuan lanjutan untuk membahas hal teknis, rancangan kota dan master plan terkait pembangunan ibukota baru itu.

Di Tangan yang Tepat

Sementara itu, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menilai rencana pemindahan ibu kota yang dibahas Presiden Jokowi dalam rapat terbatas, sepantasnya didukung banyak pihak karena gagasan itu muncul sejak era Presiden Soekarno.

"Wacana pemindahan ibu kota yang sedang dibahas serius pemerintahan Jokowi di rapat kabinet terbatas harus didukung dan dipikirkan serius oleh banyak pihak," kata Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding di Jakarta.

Karding mengatakan di sejumlah negara maju, ibu kota memang tak lagi digabung antara pusat ekonomi-bisnis dengan pemerintahan. Menurutnya, pemisahan itu akan membuat pembangunan tak lagi terkonsentrasi pada satu kawasan saja.

Efeknya, kata dia, Indonesia sentris yang sedang dijalankan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla justru akan semakin mudah terwujud secara total.

Karding menilai Indonesia berada di tangan yang tepat karena memiliki rencana yang berorientasi jauh maju ke depan. Dengan pemindahan ibu kota, beban yang dipikul Jakarta selama ini bisa jauh berkurang.

"Calon ibu kota masa depan Indonesia nanti haruslah mencerminkan konsep Indonesia secara utuh. Tapi juga yang modern, mengusung konsep go green dengan konsep smart city," kata Karding.

Karding meyakini, dengan perencanaan yang matang, bukan sesuatu yang sulit untuk mewujudkan itu. Dan Indonesia akan semakin punya posisi penting dalam percaturan internasional.

"Tak ada yang tak mungkin kalau semua pihak bisa saling memberikan masukan serta pemikiran untuk kemajuan bangsa ini," jelas Abdul Kadir Karding.

Sumber
Lebih baru Lebih lama