PLTSa Bantar Gebang (Foto: Detik.com) |
Mendaur ulang sampah menjadi tenaga listrik banyak dilakukan di negara maju berteknologi tinggi, salah satunya adalah Swedia. Mereka membutuhkan sekitar 2 juta ton sampah tiap tahun untuk menjalankan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Swedia menerapkan program waste to energy dan mengoptimalkan fungsi sampah menjadi tenaga listrik. Untuk menutupi kekurangan bahan bakar sampah, mereka bahkan mengimpor sekitar 700 ribu ton sampah dari negara lain.
Seperti dilaporkan oleh detik.com di Indonesia Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) terus dikebut pembangunannya. Dari 12 PLTSa yang direncanakan, 4 buah pembangkit telah dan siap beroperasi pada tahun 2019 ini hingga 2022 mendatang, dan akan menjadi pilot project di Indonesia. Keempat PLTSa tersebut terletak di DKI Jakarta, Bekasi, Solo, dan Surabaya. PLTSa tersebut menghasilkan tenaga listrik, dan akan disalurkan ke jaringan milik PLN.
Berikut ini PLTSa tersebut:
1. PLTSa di DKI Jakarta
Berdasarkan data dari Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, volume sampah per hari DKI Jakarta 2.200 ton, dan diperkirakan memiliki potensi daya sebesar 35 MW. Pengembang untuk PLTSa ini adalah PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dan Fortum Power and Heat Oy milik Finlandia. PLTSa yang terdapat di DKI Jakarta ini bernilai investasi 345,8 juta dolar AS.
2. PLTSa di Bekasi
PLTSa Bantar Gebang di Bekasi menghasilkan listrik 700 kWh, dengan kapasitas pengolahan sampah 100 ton per hari, menghasilkan listrik sebesar 9 MW. Kapasitas tempat pembuangan sampahnys mencapai 49 juta ton dengan total luas lahan 110 hektar. Pengembang untuk PLTSa ini adalah PT Nusa Wijaya Abadi. PLTSa di Bekasi ini memiliki nilai investasi sebesar 120 juta dolar AS.
3. PLTSa di Solo
Proyek pembangunan PLTSa TPA Putri Cempo Solo mengolah 450 ton sampah per hari untuk menghasilkan listrik 10 MW. Jangka waktu kontrak berlangsung selama 20 tahun dengan nilai investasi sebesar 40 juta dolar AS. Proyek ini siap beroperasi pada 2020.
4. PLTSa di Surabaya
Menurut Wali Kota Tri Risma Harini, pembangunan fisik PLTSa di Surabaya telah mencapai progres sekitar 80%. PLTSa yang terletak di Kecamatan Benowo dibangun pada 2013. Menempati lahan seluas 37,4 hektar, lahan tersebut menampung sampah sebanyak 539.343 ton pada 2015. PLTSa ini mengalirkan listrik sebesar 10 MW, dengan nilai investasi sebesar 49,86 juta dolar AS.
Jika dihitung secara keseluruhan, total daya listrik yang dapat dihasilkan dari 12 PLTSa tersebut adalah 234 MW. Dari PLTSa yang beroperasi, setidaknya bisa mengolah sampah sebanyak 16 ribu ton per hari.
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 35 tahun 2018 tentang percepatan program pembangunan PLTSa. Dalam Pasal 6 ayat 1 Perpres tersebut dijelaskan bahwa pemda dapat menugaskan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau melakukan kompetisi Badan Usaha. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat juga ikut berpartisipasi lewat penugasan dari Menteri ESDM atas usulan gubernur atau wali kota.
Adapun pendanaan untuk percepatan pembangunan PLTSa berdasarkan Pasal 14 dan 15 Perpres tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan dapat didukung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendanaan yang bersumber dari APBN digunakan untuk bantuan layanan pengelolaan sampah kepada Pemerintah Daerah, yang besarnya paling tinggi Rp 500 ribu per ton sampah.
Teknologi pengolahan sampah ini memang lebih menguntungkan dari pembangkit listrik lainnya. Sebagai perbandingan, berat (ton) batu bara dengan sampah adalah 1 berbanding 10. Artinya, selain mengurangi masalah polusi akibat bahan bakar fosil, juga dapat menghemat devisa negara.
Sisi negatif teknologi ini adalah pembuangan (residu) kimia yang dihasilkan, antara lain merkuri, arsen, cadmium, dioksin, dan furan yang merupakan limbah B3 yang keluar dari incinerator (pembakaran). Perlu ada Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) untuk mengetahui dampak yang terjadi di lingkungan sekitar.
Sebagai manusia yang berbudaya, sudah seharusnya membuang sampah di tempat yang telah ditentukan, semisal di TPS. Dari TPS yang telah ditentukan, sampah dikirimkan ke Pembangkit Listrik Tenaga Sampah, untuk kemudian diolah sebagai pasokan listrik.***
Sumber