FONDASI TERKIKIS ALIRAN SUNGAI, JALAN AMBLES DAN PERTOKOAN RUSAK DI JALAN SULTAN AGUNG JEMBER

JEMBER
Diduga akibat fondasinya terkikis aliran sungai maka di Jember jalan sepanjang 45 meter mulai dari sisi pertigaan Jl Sultan Agung dan Samanhudi ke arah barat pada Senin (2/3/2020) pagi ambles dan membuat 10 pertokoan ambruk.


Sumber: Tribunnews

Jalan tersebut ambles dengan lebar sekitar 5 meter, atau dua lajur jalan. Titik ambrol itu berada di atas Sungai Kalijompo.

"Amblasnya ruko tersebut diduga terjadi setelah fondasi terkikis aliran Sungai Kalijompo yang meluap akibat hujan dengan itensitas tinggi mengguyur sebagian besar wilayah Kabupaten Jember," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Banjir (BNPB) Agus Wibowo, Senin (2/3/2020), seperti dilansir Tribunnews.com hari ini.

BNPB melaporkan, kerusakan berupa retakan dan penurunan tanah sepanjang kurang lebih 94 meter dan lebar sekitar 10 meter.
Agus menuturkan, material akibat ambruknya ruko tersebut juga menutupi aliran sungai.

"Peristiwa itu juga mengakibatkan jaringan pipa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) terputus, jaringan PLN dan Telkom terputus, dan arus lalu lintas mengalami kemacetan di sekitar lokasi," ujarnya.

Saat ini, aparat gabungan sedang membersihkan puing-puing yang menutupi aliran sungai. Tim juga sedang berusaha memperbaiki dinding penahan sungai.

BNPB pun mengimbau masyarakat yang bermukim di pinggiran sungai agar lebih waspada, sebab debit air dapat kembali meningkat akibat faktor cuaca di wilayah Jember dan sekitarnya. (*)


GAMELAN TARBIYAH CINTA MERIAHKAN SUASANA SAMBUNG RASA

PURWOKERTO
TarbiyahCinta adalah kelompok musik yang menggunakan gamelan Jawa untuk diharmonisasikan dengan gitar, drum, dan organ dari instrumen musik Barat lainnya.



Kelompok musik ini didirikan oleh para pemuda Desa Lawen Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, yang berguru kepada kelompok musik serupa yaitu Kiai Kanjeng.

Mereka tampil biasanya membawakan lantunan syair religi Islami dan beberapa lagu Barat yang diadaptasi dengan musik gamelan dan instrumen musik Barat.




Seperti pada pertemuan Sambung Rasa Orang Biasa pada 20 Februari 2020,  sejak pra acara kelompok Gamelan TarbiyahCinta tampil dengan beberapa lantunan syair religi Islami, diiringi lantunan musik gamelan Jawa yang diharmonisasikan dengan gitar, drum, dan organ dari instrumen musik Barat.

Topik pembahasan ketahanan pangan yang sedianya serius mengenai kepemilikan lahan, pupuk impor, kurangnya minat generasi muda untuk bergerak di bidang pertanian, dsb. menjadi cair dan tidak kaku.

Terlebih ketika seniman Banyumas yang juga petani yaitu Titut dari Padepokan Cowongsewu mulai bicara mengungkapkan tentang kehidupannya sehari-hari dengan bahasa Ngapak, kemudian "ngibing" dengan sebuah lagu karangannya yang berjudul "Pacul Gowang", ratusan hadirin yang terdiri dari petani, mahasiswa, perwakilan ormas, dan pemangku kebijakan di Banyumas yang memadati Pendapa Si Panji Purwokerto tampak terhibur dan larut dalam kebersamaan.

Pertemuan bertempat di Pendapa Si Panji Purwokerto ini digelar mulai sekitar pukul 20.00 WIB.

Hadir Bupati dan Wakil Bupati Banyumas, Ketua DPRD Banyumas, Kepala Dinas Pertanian Banyumas, Tito Rahardjo Kiai Kanjeng, Doni Kiai Kanjeng, mahasiswa, dll.

Saksikan Juga:
TARI LENGGER

PURWOKERTO
Tarian rakyat ini telah hidup di Tanah Jawa sejak abad XV sebagai sebuah tarian pergaulan. Sebuah tari sederhana yang tak memakai aturan koreografi seni tradisi. Spontanitas gerak menjadi ciri khas bersama hentakan alunan bunyi instrumen musik pengiringnya. Sejarah tari ini disebut sama tuanya dengan jejak kehidupan masyarakat agraris di tanah Jawa.




Letnan Gubernur Jenderal Inggris di Jawa era 1811-1816 Sir Thomas Stamford Raffles menulis dalam "The History of Java" bahwa Ronggeng adalah tradisi populer di kalangan petani Jawa saat itu. Kedekatan petani dan ronggeng tak lepas dari keyakinan, tarian itu awalnya adalah ritual pemujaan terhadap Dewi Kesuburan yaitu Dewi Sri. Dalam perkembangannya, begitu banyak catatan mengenai sebutan atas tarian ini. Masyarakat Betawi dan Jawa Barat mengenalnya sebagai ngibing. Masyarakat di Pantai Utara Jawa menyebutnya "dombret" dan sintren. Rakyat di Tanah Parahyangan menamakannya "ronggeng gunung".

Masyarakat di Jawa Tengah dan sekitarnya, dan masyarakat Jawa Timur menyebutnya "tayub", atau "lengger", ada juga yang menyebutnya ledhek gandrung. Jauh sebelum era Raffles, bahkan ronggeng disebut pernah dekat dengan penyebaran agama Islam. Ada sebuah cerita bahwa Sunan Kalijaga sengaja tak memberikan jarak antara agama Islam yang sedang ia sebarkan dan tradisi yang telanjur mengakar. Konon pada sekitar tahun 1450 Sunan Kalijaga bahkan ikut menari "tayub", meskipun harus bersembunyi di balik topeng.

Baca Juga:
INDONESIA BAGUS FILE: VIDEO DOKUMENTER SHALAWATAN BARENG CAK NUN

PURWOKERTO
Ini adalah video dokumenter penampilan Emha Ainun Nadjib atau biasa dipanggil Cak Nun ketika digelar event Sinau Bareng Cak Nun di Alun-alun Purwokerto. (*)





Saksikan Juga:
KI YAKUT JEDER: PUNAKAWAN NAGIH JANJI

PURWOKERTO
Ini adalah cuplikan aksi dalang Banyumas Ki Takut Jeder ketika memainkan wayang dengan lakon Punakawan Nagih Janji.




Saksikan Juga:

PADUAN SUARA SISWA SMP PANCASILA

PURWOKERTO
Ini adalah penampilan siswa SMP Pancasila Jatilawang menyanyikan beberapa lagu perjuangan.

 



Lebih baru Lebih lama