Mendagri: Kepala Daerah Dipilih Rakyat Agar Legitimasi Kuat
Jakarta - Pada 19 Juni 2020 Pemerintah ingin agar Daerah dipimpin oleh Kepala Daerah yang dipilih rakyat dengan legitimasinya kuat, bukan Pelaksana Tugas (Plt) atau Pejabat Sementara (PJS) yang berasal dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Hal tersebut disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, saat menjawab pertanyaan usai konferensi pers, Rabu (17/6/2020). Berapa hari yang lalu
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sendiri, menurut Tito, anggarannya sudah ada dan pada tahun 2019 telah teranggarkan kurang lebih Rp15 triliun untuk 270 daerah yang ada di pos Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masing-masing dan hingga kini sudah terpakai dikurang Rp5 triliun sekarang sisa Rp9,1 triliun.
Begitu ada Covid-19, Mendagri sampaikan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengeluarkan peraturan penundaan pada akhir Maret yang tahapannya sudah dilewati 5 dari total 15 tahapan.
“Sehingga dengan adanya penundaan itu Mendagri dan Menteri Keuangan, kami berdua langsung mengeluarkan peraturan untuk anggaran sebanyak Rp9,1 triliun untuk tahapan selanjutnya itu di-freez tidak boleh digunakan, termasuk tidak boleh digunakan untuk Covid-19,” ujar Mendagri.
Hal inj dikarenakan ada pos-pos yang lain sehingga Rp27,84 triliun di daerah-daerah untuk jaring pengaman sosial itu merupakan pos lain selain Pilkada.
“Pilkada tidak boleh diganggu karena kita mengantisipasi Pilkada terlaksana di tahun 2020 atau 2021, kita siapkan anggarannya dulu. Jangan sampai nanti kita tidak paham 2021 dinamika anggaran kita seperti. Oleh karena itu, harus diamankan dan agenda politik ini harus berjalan,” terang Mendagri.
Lebih lanjut, Mendagri mengaku telah mengeluarkan surat dengan Menteri Keuangan untuk boleh mencairkan karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengeluarkan peraturan baru tentang tahapan lanjutan per hari Jumat yang lalu.
“Tahapan mulai dimulai 15 Juni hari Senin kemarin. Jadi mulai Senin kemarin sudah dimulai tahap lanjutan diantaranya adalah pengaktifan kembali KPU di daerah-daerah,” jelas Mendagri.
Pada kesempatan itu, Mendagri menyampaikan bahwa memang ada anggaran tambahan yang diminta oleh KPUD masing-masing terutama untuk penambahan Tempat Pemungutan Suara (TPS) dari 276 ribu menjadi 304 ribu TPS.
“Ditambah dengan anggaran untuk pembelian alat-alat pelindung diri dari Covid baik untuk penyelenggara, pengaman, maupun untuk masyarakat pemilih dengan mengambil model yang ada di Korea,” papar Mendagri.
Tito menyampaikan akan berkoordinasi dengan daerah, KPU, Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), Komisi II DPR, Kementerian Keuangan sehingga hasilnya ada pos anggaran dari belanja lain Kementerian Keuangan yang akan digunakan untuk membantu tambahan yang diajukan oleh KPUD-KPUD.
“Total antara KPU dengan Bawaslu, daerah-daerah dan pusat itu lebih kurang Rp5,1 triliun. Ini yang mungkin akan dipenuhi oleh Bu Menteri Keuangan, sementara beliau akan mengeksekusi tahap I Rp1,02 triliun,” papar Mendagri.
Dengan demikian, Mendagri sampaikan hal ini tidak akan mengganggu APBD yang tambahan, sementara yang untuk pilkada yang Rp9,1 triliun memang sudah di-freeze di dalam APBD tidak mengganggu pos-pos lain.
Diharapkan dengan adanya pilkada ini, Mendagri sampaikan jaring pengaman sosial akan dapat juga terdukung secara otomatis karena pengaktifan penyelenggara pemilu 270 wilayah dengan 304 ribu TPS per TPS belum termasuk panitia pemilihan kecamatan yang ad hoc.
“Yang TPS saja ada 304 ribu itu petugasnya lebih kurang 10 totalnya, 10 berarti lebih kurang 3 juta lebih, 3 juta lebih 60% anggaran Rp14 triliun lebih dari APBD maupun dari APBN itu digunakan untuk insentif penyelenggara sebanyak 3 juta,” tambahnya.
Artinya, Mendagri sampaikan bahwa riil ini adalah program Padat Karya yang kemudian sama saja seperti memberikan bantuan kepada petugas-petugas TPS yang ada di bawah, 3 juta, tetapi harus kerja dulu selama 6 bulan mulai bulan Juli-Desember.
Kemudian, Mendagri sampaikan bahwa 40% lagi itu digunakan untuk pembelian barang-barang yang berhubungan dengan pemilihan pilkada juga untuk pelindung kesehatan, masker, hand sanitizer, sabun, dan lain-lain.
“Kita harapkan dengan adanya 40% dari anggaran yang Rp14 triliun lebih ini, ini akan menstimulasi ekonomi di daerah-daerah terutama UMKM mikro dan ultra mikro,” ungkap Mendagri.
Menurut Mendagri, hal ini memiliki manfaat ganda, kalau dalam peribahasa sekali merengkuh dayung 2 pulau terlampau, killing two birds with one stone.
Jadi, lanjut Mendagri, membantu masyarakat adanya program Padat Karya TPS-TPS ini semua daerah bergerak, ekonomi bisa berjalan distimulasi tapi juga agenda politik juga selesai.
“Sehingga akan terbentuk pemerintahan-pemerintahan di daerah yang kuat karena dipilih rakyat dan kita harap dengan pemerintahan yang legitimasinya kuat di daerah-daerah penanganan Covid akan jauh lebih serius lagi,” pungkas Mendagri.
(*)
HYMNE MADRASAH
Oleh Santri Pondok Pesantren Al-Ikhsan Beji
Lagu Hymne Madrasah ini dinyanyikan
olehtri Pondok Pesantren Al-Ikhsan Beji.
Jakarta - Pada 19 Juni 2020 Pemerintah ingin agar Daerah dipimpin oleh Kepala Daerah yang dipilih rakyat dengan legitimasinya kuat, bukan Pelaksana Tugas (Plt) atau Pejabat Sementara (PJS) yang berasal dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Hal tersebut disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, saat menjawab pertanyaan usai konferensi pers, Rabu (17/6/2020). Berapa hari yang lalu
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sendiri, menurut Tito, anggarannya sudah ada dan pada tahun 2019 telah teranggarkan kurang lebih Rp15 triliun untuk 270 daerah yang ada di pos Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masing-masing dan hingga kini sudah terpakai dikurang Rp5 triliun sekarang sisa Rp9,1 triliun.
Begitu ada Covid-19, Mendagri sampaikan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengeluarkan peraturan penundaan pada akhir Maret yang tahapannya sudah dilewati 5 dari total 15 tahapan.
“Sehingga dengan adanya penundaan itu Mendagri dan Menteri Keuangan, kami berdua langsung mengeluarkan peraturan untuk anggaran sebanyak Rp9,1 triliun untuk tahapan selanjutnya itu di-freez tidak boleh digunakan, termasuk tidak boleh digunakan untuk Covid-19,” ujar Mendagri.
Hal inj dikarenakan ada pos-pos yang lain sehingga Rp27,84 triliun di daerah-daerah untuk jaring pengaman sosial itu merupakan pos lain selain Pilkada.
“Pilkada tidak boleh diganggu karena kita mengantisipasi Pilkada terlaksana di tahun 2020 atau 2021, kita siapkan anggarannya dulu. Jangan sampai nanti kita tidak paham 2021 dinamika anggaran kita seperti. Oleh karena itu, harus diamankan dan agenda politik ini harus berjalan,” terang Mendagri.
Lebih lanjut, Mendagri mengaku telah mengeluarkan surat dengan Menteri Keuangan untuk boleh mencairkan karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengeluarkan peraturan baru tentang tahapan lanjutan per hari Jumat yang lalu.
“Tahapan mulai dimulai 15 Juni hari Senin kemarin. Jadi mulai Senin kemarin sudah dimulai tahap lanjutan diantaranya adalah pengaktifan kembali KPU di daerah-daerah,” jelas Mendagri.
Pada kesempatan itu, Mendagri menyampaikan bahwa memang ada anggaran tambahan yang diminta oleh KPUD masing-masing terutama untuk penambahan Tempat Pemungutan Suara (TPS) dari 276 ribu menjadi 304 ribu TPS.
“Ditambah dengan anggaran untuk pembelian alat-alat pelindung diri dari Covid baik untuk penyelenggara, pengaman, maupun untuk masyarakat pemilih dengan mengambil model yang ada di Korea,” papar Mendagri.
Tito menyampaikan akan berkoordinasi dengan daerah, KPU, Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), Komisi II DPR, Kementerian Keuangan sehingga hasilnya ada pos anggaran dari belanja lain Kementerian Keuangan yang akan digunakan untuk membantu tambahan yang diajukan oleh KPUD-KPUD.
“Total antara KPU dengan Bawaslu, daerah-daerah dan pusat itu lebih kurang Rp5,1 triliun. Ini yang mungkin akan dipenuhi oleh Bu Menteri Keuangan, sementara beliau akan mengeksekusi tahap I Rp1,02 triliun,” papar Mendagri.
Dengan demikian, Mendagri sampaikan hal ini tidak akan mengganggu APBD yang tambahan, sementara yang untuk pilkada yang Rp9,1 triliun memang sudah di-freeze di dalam APBD tidak mengganggu pos-pos lain.
Diharapkan dengan adanya pilkada ini, Mendagri sampaikan jaring pengaman sosial akan dapat juga terdukung secara otomatis karena pengaktifan penyelenggara pemilu 270 wilayah dengan 304 ribu TPS per TPS belum termasuk panitia pemilihan kecamatan yang ad hoc.
“Yang TPS saja ada 304 ribu itu petugasnya lebih kurang 10 totalnya, 10 berarti lebih kurang 3 juta lebih, 3 juta lebih 60% anggaran Rp14 triliun lebih dari APBD maupun dari APBN itu digunakan untuk insentif penyelenggara sebanyak 3 juta,” tambahnya.
Artinya, Mendagri sampaikan bahwa riil ini adalah program Padat Karya yang kemudian sama saja seperti memberikan bantuan kepada petugas-petugas TPS yang ada di bawah, 3 juta, tetapi harus kerja dulu selama 6 bulan mulai bulan Juli-Desember.
Kemudian, Mendagri sampaikan bahwa 40% lagi itu digunakan untuk pembelian barang-barang yang berhubungan dengan pemilihan pilkada juga untuk pelindung kesehatan, masker, hand sanitizer, sabun, dan lain-lain.
“Kita harapkan dengan adanya 40% dari anggaran yang Rp14 triliun lebih ini, ini akan menstimulasi ekonomi di daerah-daerah terutama UMKM mikro dan ultra mikro,” ungkap Mendagri.
Menurut Mendagri, hal ini memiliki manfaat ganda, kalau dalam peribahasa sekali merengkuh dayung 2 pulau terlampau, killing two birds with one stone.
Jadi, lanjut Mendagri, membantu masyarakat adanya program Padat Karya TPS-TPS ini semua daerah bergerak, ekonomi bisa berjalan distimulasi tapi juga agenda politik juga selesai.
“Sehingga akan terbentuk pemerintahan-pemerintahan di daerah yang kuat karena dipilih rakyat dan kita harap dengan pemerintahan yang legitimasinya kuat di daerah-daerah penanganan Covid akan jauh lebih serius lagi,” pungkas Mendagri.
(*)
HYMNE MADRASAH
Oleh Santri Pondok Pesantren Al-Ikhsan Beji
Lagu Hymne Madrasah ini dinyanyikan
olehtri Pondok Pesantren Al-Ikhsan Beji.