Determinasi dan visi Jokowi menerapkan UU Cipta Kerja, tak goyah walau ditentang banyak pihak, jalan terus walau didemo di banyak kota.
Hasilnya kini Indonesia semakin kompetitif. Investasi semakin tumbuh karena proses usaha semakin mudah sehingga lapangan kerja dapat semakin terbuka.
Ekonomi Indonesia melaju, keluar dari apa yang disebut negara yang stagnan pada status pertumbuhan di level middle income. Middle Income Trap.
Mereka yang dulu habis habisan menentang UU Cipta Kerja menikmati hasil baik dari UU itu.
Jokowi menumbuhkan ekonomi, yang dipelajari dibanyak kelas-kelas leadership. Ia juga dikutip banyak lembaga dunia ketika menggambarkan determinasi dan visi seorang pemimpin.
Apa yang sayang tuliskan di atas adalah skenario terbaik. Tentu masa depan tak terdiri dari satu skenario saja. UU Cipta Kerja dapat pula berakhir buruk bagi Jokowi.
Tapi bukankah seorang pemimpin yang visioner adalah Ia yang mengambil resiko. Cukup bagi Jokowi mendengar pandangan World Bank. Menurut World Bank, UU Cipta Kerja ini membuat Indonesia semakin kompetitif. Pemulihan ekonomi Indonesia akan semakin cepat.
UU Cipta Kerja akan lebih mudah kita pahami dengan lebih dahulu memahami dua konsep dan resikonya. Pertama: Middle Income Trap. Kedua apa yang saya sebut developmental Choice.
Middle Income Trap istilah untuk negara yang stagnan dengan pertumbuhan ekonomi. World Bank memberi ukuran. Ini untuk negara yang stagnan dengan GNP per capita di level: 1000- 12.000 USD.
Contoh negara yang stagnan di level itu adalah Brazil, Afrika Selatan. Indonesia juga berada dalam level itu.
Apapun yang dikerjakan pemerintahan di negara itu (kategori Middle Income Trap), GNP per capita tetap stagnan di level 1000-12.000 USD. Semua kelebihan negara menjadi mubazir. Tak maksimal sumber daya alam, bonus demografi, ataupun stabilitas politik yang dimiliki negara tersebut.
Apa yang menjadi penyebab middle income trap? Keseluruhan dunia usaha di negara itu kurang kompetitif. Birokrasi berbelit- belit untuk membangun usaha. Pungutan liar meraja lela. Aturan perburuhan yang menakutkan investasi. Politik yang tak stabil. Dan sebagainya.
Perlu ada penyegaran menyeluruh, reformasi di segala dimensi agar proses investasi dan bisnis menjadi mudah dan sederhana. Inilah mindset dibalik “kejar tayang” Omnibus Law UU Cipta kerja.
Sedangkan developmental choice istilah yang saya buat sendiri untuk menggambarkan pilihan kebijakan seorang pemimpin. Itu kebijakan yang menjadikan economic development, kemudahan investasi, kemajuan ekonomi sebagai panglima.
Pilihan kebijakan itu tentu memiliki resiko. Kegaduhan mudah ditangkapnya pengambil kebijakan dikurangi. Akibatnya peran KPK diperlemah.(3)
Aturan buruh dibuat lebih menarik bagi investasi. Jumlah pesangon dikurangi.
Aturan lingkungan hidup juga dibuat lebih moderat agar pengurusan ijin usaha lebih efisien.
Dengan sendirinya, pemimpin yang bervisi “developmental choice” akan mendapat banyak kritik dan penentang di bidang penanganan korupsi, lingkungan hidup, perburuhan, juga aktivis demokrasi.
Di era pemerintahannya yang kedua, agaknya Jokowi sudah memilih corak leadership dan kebijakannya. Ia tak ingin dikenang sebagai pemimpin yang medioker saja. Jokowi ingin meletakkan fondasi kokoh untuk keluar dari Middle Income Trap melalui Omnibus Law UU Cipta Kerja. Semua pilihan tentu mengandung resiko.
Salah atau benarkah Jokowi yang mengambil Kebijakan lepas dari “Middle Income Trap” dengan segala resikonya? Salah atau benarkah Jokowi yang memgambil “Developmental Choice dengan semua konsekuensinya?
Inilah asyiknya sejarah. Salah atau benar Jokowi akan ditentukan di masa depan. Sejauh tak ada pasal dalam konstitusi yang dilanggar, ini semua hanyalah pilihan kebijakan.
Jokowi memiliki mandat membuat kebijakan. Ia presiden yang dipilih secara sah. Ia didukung mayoritas DPR pula.
UU Cipta Kerja ini menjadi pertaruhan legacy-nya. Jika Jokowi mundur, mengeluarkan Perppu untuk UU Cipta Kerja, Ia akan dikenang sebagai pemimpin yang tunduk pada tekanan, dengan visi kebijakan yang kabur.
Jokowi tak akan pernah lagi membuat kebijakan yang tak populer padahal berlandaskan sebuah visi yang kuat. Publik akan mencatat Jokowi tunduk pada tekanan.
Satu satunya pilihan Jokowi saat ini untuk membangun legacy adalah bulatkan hati dengan pilihan kebijakan itu. Lanjut dengan UU Cipta Kerja dengan catatan.
Dengarlah semua keberatan akademik atas aneka cluster Omnibus Law itu. Akomodasi keberatan itu yang memang masih relevan dan bisa. Akomodasi input itu dalam berbagai aturan pelaksanaan.
Dalam sejarah, kita menyaksikan begitu banyak pemimpin mengambil kebijakan tidak populer tapi berbuah bagus. Ketika Abraham Lincoln menghapuskan perbudakan, kebijakannya ditentang keras oleh sebagian publik. Bahkan ini ikut memicu perang sipil di Amerika Serikat.
Tapi kini Abraham Lincoln dikenang sebagai presiden terbaik yang pernah dimiliki Amerika Serikat. Presiden yang berani mengambil resiko untuk sebuah visi.
Tentu kita tak menyamakan Omnibus Law Cipta Kerja ini dengan penghapusan perburakan era Lincoln. Ini hanya untuk ilustrasi saja bahwa visi yang baik sekalipun, seperti penghapusan perbudakan, bisa ditentang banyak orang.
Jika Omnibus Law UU Cipta Kerja ini berhasil dipertahankan Jokowi, disempurnakan oleh aturan pelaksanaannya, dan berbuah kemajuan ekonomi, Indonesia terbukti keluar dari “Middle Income Trap,” sejarah akan mencatat Jokowi sebagai Strong Leader Yang Menumbuhkan Ekonomi.
Bagaimana jika UU Cipta Kerja ini malah berbuah buruk? Presiden dan DPR hasil pemilu 2024 nanti akan merevisinya. Sesimpel itu !
Sumber tulisan: Opini Denny JA, Oktober 2020
https://www.facebook.com/322283467867809/posts/3319832084779584/?extid=0&d=n
1) World Bank memuji UU Cipta Kerja
2) Pentingnya keluar dari Middle Income Trap
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Middle_income_trap
3) Sebelumnya, Jokowi juga dianggap mendukung UU yang mengontrol KPK
**
[CEK FAKTA] PIDATO JOKOWI SEBUT NEGARA TAK PERNAH BERHUTANG TAPI HANYA MELAKUKAN PINJAMAN LUAR NEGERI? INI FAKTANYA
Beredar foto tangkapan layar artikel berjudul "Pidato Lengkap Jokowi, Negara Kita Tidak Pernah Berhutang Hanya Melakukan Pinjaman Dari Luar Negeri". Artikel yang tayang pada 31 Maret 2020 pukul 16.27 WIB, itu seolah dimuat Kompas.com.
Adalah akun Facebook Gula Surya Zhiu Han mengunggah artikel tersebut pada Senin, 10 Agustus 2020. Pemilik akun juga menambahkan narasi pada unggahan fotonya, bertuliskan sebagai berikut:
"Haiyyaaa .. ini plecident +62 itu hoo .. ?!!
Plecident +62 ini tidak hutang lho ..
cuma pinjam pinjam lual negeli ..
#aneh_tapi_fakta_lho"
Penelusuran:
Dari hasil penelusuran, klaim bahwa Kompas.com memuat artikel berjudul "Pidato Lengkap Jokowi, Negara Kita Tidak Pernah Berhutang Hanya Melakukan Pnijaman Dari Luar Negeri" adalah salah. Faktanya, artikel tersebut telah diubah atau diedit pada bagian judul.
Pencarian pada kolom indeks Kompas.com, tidak ditemukan artikel berjudul demikian. Namun, ditemukan artikel dengan waktu terbit dan foto sampul yang identik. Artikel itu berjudul “Pidato Lengkap Jokowi, dari PSBB, Listrik Gratis, hingga Keringanan Kredit”.
Pada artikel itu memuat isi pidato Jokowi tentang pemerintah yang telah menetapkan virus korona (covid-19) sebagai jenis penyakit dengan faktor risiko yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Sebab itu, Presiden Jokowi telah menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat dalam rangka menangani kondisi tersebut.
Untuk mengatasi dampak pandemi covid-19, pemerintah telah memutuskan menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di masyarakat, bukan karantina wilayah. Selain itu, pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan bagi masyarakat yang terdampak wabah, khususnya kelas ekonomi menengah ke bawah. Kebijakan yang dimaksud mulai dari penambahan jumlah penerima program kesejahteraan, meringankan pembayaran kredit, hingga menggratiskan tarif listrik.
Kesimpulan:
Klaim bahwa Kompas.com memuat artikel berjudul "Pidato Lengkap Jokowi, Negara Kita Tidak Pernah Berhutang Hanya Melakukan Pnijaman Dari Luar Negeri" adalah salah. Faktanya, artikel tersebut telah diubah atau diedit pada bagian judul.
Informasi ini masuk kategori hoaks jenis manipulated content (konten manipulasi). Manipulated content atau konten manipulasi biasanya berisi hasil editan dari informasi yang pernah diterbitkan media-media besar dan kredibel. Gampangnya, konten jenis ini dibentuk dengan cara mengedit konten yang sudah ada dengan tujuan untuk mengecoh publik. ***
Sumber