PURWOKERTO - Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia memiliki peran penting menjaga kerukunan antar umat beragama. Seperti disebutkan dalam Al Quran bahwa Islam menjadi agama rahmatan lil alamin yang mengajarkan perdamaian, persaudaraan dan toleransi terhadap sesama.
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Unsoed, Ulul Huda mengindikasi adanya penyebaran paham radikal di kalangan mahasiswa. Kampus memiliki mahasiswa yang heterogen, untuk itu melibatkan pondok pesantren menjadi sangat strategis dalam upaya deradikalisasi di kalangan mahasiswa.
Melalui pondok pesantren mahasiswa, upaya deradikalisasi dapat dilakukan dengan membangun counter opinion yang bersumber dari santri. Dalam hal ini, pesantren mahasiswa menjadi agen kampanye Islam ramah yang menggerakkan kalangan santri mahasiswa.
“Pesantren mahasiswa sangat strategis bagi pengembangan ajaran Islam inklusif. Melalui integrasi muatan Islam inklusif yang dimasukkan ke dalam kurikulum pesantren diharapkan mampu membekali mahasiswa untuk mengkampanyekan Islam ramah,” jelasnya, Senin (27/9/2021).
Ulul menjelaskan, Islam inklusif memiliki corak keberagamaan yang terbuka terhadap perbedaan budaya. Sikap keberagamaan yang mengedepankan keterbukaan dan penerimaan terhadap paham, madzhab, aliran, dan budaya yang berbeda dengan tetap berpegang teguh pada norma dan syariat Islam.
Saat ini, lanjut Ulul, Pondok Pesantren Darul Falah Kedungwuluh Purwokerto menjadi objek kolaborasi pada program pengabdian masyarakat. Mitra pesantren dijadikan pionir dan agen bagi pengembangan integrasi kurikulum pesantren salaf (tradisional) dan khalaf (modern) dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (ICT), dan penekanan pendidikan akhlak mulia, al-Qur’an-Hadits, dan kitab kuning.
“Upaya deradikalisasi dilakukan dari hulu ke hilir dengan membatasi paham radikal untuk masuk di kalangan mahasiswa. Melalui pengembangan kurikulum berbasis Islam inklusif diharapkan menambah varian baru dalam upaya pencegahan radikalisme di kalangan mahasiswa dan masyarakat,” pungkasnya.***