Jakarta, Media Realita News - Aksi ribuan wartawan di gedung Dewan Pers dan Mabes Polri pada Kamis (24/3/2022) kemarin adalah menyuarakan keadilan demi tegaknya Pers Nasional. Hal itu disampaikan Rinaldo seorang aktifis pers, Jum'at (25/3/2022).
"Aksi Koalisi Wartawan Indonesia Bersatoe merupakan gabungan dari berbagai unsur sebagai bentuk penolakan kebodohan demi tegaknya Pers Indonesia. "Ucap Rinaldo yang juga pimpinan media Sinar Pagi Baru (SPB).
Diakuinya, aksi yang digelar di Dewan Pers dan Mabes Polri telah menjawab keresahan insan pers.
"Gedung Dewan Pers yang selama ini kita yakini berisi para Komisioner dan pengurus Dewan Pers berintegrasi, dan profesional di kelembagaan independen, nyatanya gedung itu hanya berisikan para Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Kominfo," jelasnya.
Pantas saja, kata Rinoldo, selama ini profesi wartawan tidak sejalan dengan program bisnisnya Dewan Pers terkesan dikebiri, dikriminalisasi, dan didiskriminasi.
Aksi ribuan wartawan sebagai wujud kedaulatan sejatinya pers itu juga diungkapkan Rinaldo telah dibanjiri dukungan dari berbagai elemen kelembagaan maupun personal.
"Pakar hukum ikut mendukung gerakan demi tegaknya Pers Indonesia yang independen. Ada kiriman dari sahabat kami Dr. Jerry seorang pakar hukum ternama, dia menyebut jurnalis berjuang demi kemerdekaan Republik Indonesia, maka Freedom and Justice for Jurnalism perlu ditegakkan," tulisnya.
Dukungan lain juga terlontar dari Kumpulan Penghimpun Organ Republik Indonesia (KPORI).
"Aksi wartawan bukan sekedar aksi biasa, kalau wartawan sebanyak ini sudah turun menyuarakan aspirasinya, maka ada sistem yang salah dibangun Dewan Pers serta Kepolisian," kata Humas DPP KPORI, Ade UM., SH.
Menurut Ade persoalan UKW dan vetifikasi media harus sejalan dengan amanah UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, namun faktanya tidak demikian. 'Kami juga menilai Dewan Pers terkesan monopoli dan memberikan contoh buruk bagi perkembangan media dan wartawan di Indonesia," kata Ade.
Koalisi Wartawan Indonesia Bersatoe juga didukung para tokoh pers dan kelembagaan lainnya di Kalimantan Barat. Hal itu disampaikan Sekjen Forum Wartawan & LSM Kalbar-Indonesia Wawan Daly Suwandi melalui keterangan tertulisnya, Jumat (25/3/2022).
Wawan mengatakan keberadaan Dewan Pers saat ini tidak sejalan dengan amanah UUD'45 dan UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Gedung milik para insan pers kata dia telah diisi ASN dan bahkan dinilai ada kepentingan bisnis.
Dia juga menyinggung soal UKW dan verifikasi media menjadi keretakan di tengah industri media dan wartawan. Paket program yang tak tercantum dalam UU No.40 tahun 1999 tentang pers telah menjadi dewa buat bisnis mereka, dan bahkan menjadi wajib, jika tidak terverifikasi dewan pers dan tidak memiliki UKW maka media dan wartawan itu langsung divonis abal-abal.
"Harus distatusquokan gedung milik insan pers itu, artinya dikosongkan dulu dari unsur ASN maupun lainnya sebelum dibentuk kembali pengurus dewan pers independen yang amanah," paparnya.
Dikabarkan, hasil mediasi perwakilan Koalisi Wartawan Indonesia Bersatoe dengan Mabes Polri pada Kamis (24/3/2022) telah mendapatkan jawaban yang baik.
Dalam pertemuan itu, Mabes Polri menyatakan tidak tahu soal UKW dan verifikasi media. Mereka beranggapan produk-produk itu bagian dari UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, akan tetapi ternyata tidak.
Kasubbag Yanduan, Kompol Agus Priyanto mengatakan Mabes Polri baru tahu kalau Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dan verifikasi media bukan produk Undang Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Dia juga menyesalkan sering terjadi kriminalisasi wartawan dan media, yang masih hangat di Polres Lampung Timur dan Polda Lampung.
Untuk itu, lanjut Agus, kriminalisasi terhadap wartawan akan segera disikapi dan segera ditindaklanjuti langsung ke Kapolri, "segera kami sikapi ya, dan langsung kami sampaikan ke Kapolri," pungkasnya.