Bandung, Media Realita News Com - “ Indonesia merupakan negara yang benar – benar memiliki sumber daya alam yang luar biasa, belum lagi keanekaragaman flora dan fauna yang dimilikinya menambah lengkap kekayaan alam yang patut disyukuri ini. Tuhan nampaknya sangat bermurah hati pada negeri ini dan semoga kelimpahan kekayaan alam ini menjadi berkah bagi seluruh rakyatnya. Namun harus diakui juga bahwa tata kelola hutan dan lahannya masih harus terus diperbaiki dan ditertibkan bersama. Seringkali berbagai masalah bisa ditemui, mulai dari perizinan yang tumpang tindih, deforestasi, kebakaran, hingga konflik-konflik sosial di masyarakat. Salah satunya adalah sektor ekstraktif yaitu bidang pertambangan “, ujar Pemerhati Pertambangan Dede Farhan Aulawi di Bandung, Jum’at (27/1).
Hal itu ia sampaikan saat awak media mengunjungi kediamannya dan melakukan obrolan santai seputar konsep dasar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Salah satu sektor yang menarik menurutnya adalah optimalisasi dan penertiban tata kelola sektor pertambangan yang masih harus terus dibenahi. Sektor ini sangat menarik semua pemain yang terlibat dan ingin ‘kecipratan rejeki’ yang disediakan oleh alam ini. Tidak mengherankan jika semua ‘pemain’ sudah piawai dalam membangun jaringan mutualisma tambang, yaitu jaringan yang saling mendukung, melindungi, dan menutupi untuk kepentingan pihak – pihak tertentu dengan pembagian komposisi yang win – win dalam perspektif bisnis para pihak.
Menurutnya ada sekitar 4 - 6 juta hektar izin tambang masih beroperasi di kawasan hutan pada sejumlah wilayah di Indonesia. Sekitar 1,37 juta hektar di hutan konservasi, dan 4,93 juta hektar hutan lindung. Ada ribuan izin usaha pertambangan (IUP) belum clean and clear (CnC). Padahal tata kelola hutan dan lahan yang baik akan menjadi kunci pelestarian lingkungan serta pertumbuhan berkesinambungan. Oleh karena sangat mendesak dan penting sekali untuk membatasi atau menghentikan izin industri ekstraktif perusak lingkungan dan mengakibatkan masyarakat mengalami kerugian ekonomi maupun kerugian sosial.
“ Lihat saja bagaimana kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat pertambangan di beberapa wilayah bekas eksploitasi tambang, baik yang dilakukan oleh perusahaan yang memiliki izin tambang maupun yang tidak memiliki izin. Lubang-lubang bekas tambang yang ditinggalkan menjadi persoalan besar, disamping letaknya berdekatan dengan kawasan hutan dan permukiman masyarakat juga mengancam keselamatan masyarakat sekitarnya “, tambahnya.
Disinilah penguatan aspek yuridis juga menjadi semakin penting guna peningkatan tata tertib dan tata kelola tambang yang bernilai ekonomi dan bernilai kelestarian alam yang aman bagi generasi penerusnya. Indonesia tidak boleh dieksploitasi hanya untuk kepentingan jangka pendek saja, melainkan harus berfikir pewarisan yang adukatif, bermartabat dan bertanggungjawab. Aspek yuridis tata kelola pertambangan perlu direformulasi agar mampu memberikan konstruksi baru yang solutif bagi kesejahteraan rakyat. Tata kelola pertambangan yang baik dapat menjadikan Indonesia sebagai superkoridor ekonomi dunia melalui implementasi konsepsi Indonesia Incorporated.
Kemudian Dede juga menjelaskan bahwa kajian normatif tentang industri tambang ini menghadirkan kewajiban Pemerintah dalam memakmurkan rakyatnya dari sektor pertambangan sesuai Pasal 33 UUD 1945. Pengembangan Indonesia Incorporated dalam sistem hukum nasional dimaksudkan untuk menyelenggarakan pertambangan bervisi negara kesejahteraan. Hal ini mendorong dilakukannya penguatan pengaturan hukum sebagai basis keabsahan kebijakan pertambangan yang berkerakyatan. Tata kelola pertambangan dibingkai dalam piranti legal framework yang berkeadilan sosial sebagai manifestasi negara kesejahteraan. Tata kelola pertambangan mutlak berpijak pada prinsip pembangunan berkelanjutan bagi kesejahteraan rakyat.
Selanjutnya ia juga menambahkan bahwa tata kelola pertambangan adalah sistem aturan yang digunakan untuk mengatur usaha dalam bidang mineral atau batubara. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, tata kelola pertambangan memiliki tujuan agar tidak merusak ekosistem dalam tanah sehingga eksplorasi dan eksploitasi bahan tambang harus berorientasi ramah lingkungan.
Sebagaimana diketahui bahwa dampak negatif pertambangan terhadap lingkungan dinataranya adalah pencemaran udara, pencemaran air (kontaminasi logam, peningkatan kadar sedimen di sungai, serta drainase asam tambang), rusaknya lanskap, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Oleh karenanya penertiban tata kelola tambang sesungguhnya dinilai mampu memperkuat posisi daya saing perusahaan secara berkesinambungan, mengelola sumber daya dan risiko secara lebih efisien dan efektif, meningkatkan corporate value dan kepercayaan investor.
Disamping itu masih ada persoalan lain yang terkait dengan belum maksimalnya aspek potensi penerimaan pajak dari sektor pertambangan mineral dan batubara. Sebagai contoh dari 10.584 IUP kurang lebih hanya setengahnya yang memiliki NPWP dan melaporkan SPT. Akibatnya banyak pengusaha tambang yang tidak membayarkan kewajiban pajaknya. Dengan demikian perlu koordinasi dan kerjasama dengan seluruh instansi terkait untuk menyelesaikan masalah sampai ke akarnya.
Ekonom senior Faisal Basri juga pernah menyampaikan pandangannya terkait hal ini, dimana beliau menilai bahwa Indonesia mengalami kerugian yang sangat besar dari sektor pertambangan, akibat banyaknya 'kebocoran' dalam ekspor dan kebijakan yang menguntungkan pihak asing. Terkadang ada beberapa data juga yang tidak nyambung sehingga menimbulkan dugaan dan sekaligus potensi kerugian.
“ Dengan demikian langkah – langkah penertiban tata kelola tambang menjadi sangat penting, misalnya dengan peningkatan peran Pemerintah dalam pengawasan dan pembinaan, transparansi penegakan hukum yang berkeadilan, pembuatan pengolahan limbah untuk mencegah pemncemaran akibat limbah tambang, pembangunan smelter untuk meningkatkan nilai tambah, dan penertiban data serta perhitungan pajak yang benar guna mencegah kemungkinan terjadinya kebocoran maupun tindak pidana korupsi dari oknum aparatur negara “, pungkasnya mengakhiri obrolan malam.***