𝐊𝐚𝐛𝐮𝐩𝐚𝐭𝐞𝐧 𝐌𝐚𝐥𝐚𝐧𝐠| Kehadiran Program Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) hendaknya jadi upaya serius bagi pemerintah guna memberikan kepastian hukum atas penguasaan tanah oleh masyarakat.
Tanah yang diduduki masyarakat yang tepatnya berada di dalam kawasan hutan tentunya tidak sedikit memiliki sengketa maupun potensi konflik baik dengan sesama warga masyarakat maupun dengan perhutani dan pemerintahnya. Dalam hal tersebut masyarakat berharap, pemerintah kabupaten Malang bisa bekerja lebih keras lagi untuk memperjuangkan hak-haknya untuk mendapatkan kepastian hukum melalui regulasi yang ada yakni program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Masyarakat Merasa penasaran, di penghujung program nasional Reforma Agraria (TORA), status tanah mereka belum ada kejelasan, akhirnya beberapa warga masyarakat desa Lebak Harjo kecamatan Ampelgading, mendatangi kantor dinas pertanahan kabupaten Malang provinsi Jawa Timur.
Kedatangan warga disambut baik oleh perwakilan dari dinas pertanahan Kabupaten Malang Staf bidang penanganan masalah seksi penanganan tanah negara dan badan hukum (Bintoro), kepada warga desa Lebak Harjo Bintoro berusaha menjelaskan kronologi dan mekanisme permohonan TORA yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (PEMKAB) Malang.
“TORA sudah kami ajukan pak, Untuk (PPTPKH) sifatnya bukan parsial, kita selaku Pemerintah Kabupaten (PEMKAB) pada bulan mei-september 2023 sudah melakukan permohonan kepada kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ( LHK ) dan sudah ditanggapi oleh kementerian LHK, sekarang tahapannya sudah sampai ke tahap revisi ulang oleh Tim Terpadu, terkait Tim Terpadu ( TIMDU ) kita tidak punya kewenangan untuk intervensi/mendesak karena mereka sifatnya independen, kita hanya mengantarkan TIMDU ke lokasi yang di mau oleh TIMDU tersebut, selanjutnya oleh TIMDU dijadikan bahan untuk dilaporkan Bu Menteri, melalui Dirjen Kementrian LHK” jelas Bintoro (21/5/2024)
Ditanya tingkat kesulitan proses pengajuan permohonan TORA bintoro menerangkan bahwa prosesnya cukup mudah.
“Kalau Aturan dulu, kita minta tanah 1 hektar harus mengganti hutan 1 hektar kalau sekarang tidak perlu, tukar menukar kawasan hutan itu sudah tidak ada sejak ada undang-undang cipta kerja nomor 10 yang terbit pada 10 November 2020, namun sekali lagi kita tidak bisa intervensi mengenai revisi ulang ditingkat dirjen kementerian LHK, itu mutlak kewenangan tim terpadu” terang bintoro (21/5/24).
Ditanya soal sejauh mana koordinasi dengan pihak TIMDU/kementrian LHK, Bintoro memaparkan bahwa, koordinasi terus dilakukan dengan baik.
“kita sudah tanya tanya kepada ketua tim terpadu jawabnya masih dalam tahap proses pembahasan untuk direvisi ulang di tingkat Tim Terpadu ( TIMDU ), itu nanti jika proses penerbitan SK persetujuan pelepasan selesai, selanjutnya dilakukan tata batas, kemudian tahap selanjutnya pasang patok oleh BPKH 11 jogja dibantu oleh warga, itu prosesnya pak, setelah itu BPKH lapor kepada Bu Menteri bahwa proses tata batas sudah selesai sudah ditandatangani camat ditandatangani dinas cipta karya BPN dan lain sebagainya, setelah semua tanda tangan kemudian dikasihkan sama Bu Menteri, baru bu menteri keluarkan SK pelepasan, nah SK pelepasan itu yang nantinya jadi dasar BPN untuk menerbitkan sertifikat” papar Bintoro (21/5/24).
Menurut Bintoro pemerintah daerah kabupaten Malang sudah bekerja keras sesuai aturan yang berlaku.
“kalau dari sisi kami pemerintahan daerah sudah melakukan sesuai dengan aturan yang berlaku, Kalau dirjen LHK minta untuk di telah ulang atau harus revisi ulang kita bisa apa? ya nunggu proses tela’ah / revisi ulangnya selesai” ujar Bintoro.
Ditanya estimasi kapan proses tela’ah/revisi ulang biasanya akan selesai? Bintoro tidak dapat memberikan jawaban.
” kita tidak bisa memberikan jawaban, karena tongkat komando nya ada di kementerian, karena tongkat komando nya tidak di kita jadi kita tidak punya deadline pak”tukasnya.
Ditanya dengan siapa saja koordinasi di kementerian LHK terkait TORA /PPTPKH dilakukan? bintoro menjawab Pemkab Malang telah koordinasi langsung dengan Direktur Pengukuhan (DITKUH) kementrian LHK.
“sudah kita tanyakan prosesnya, jawabannya ya itu tadi masih perlu ditela’ah /direvisi ulang oleh TIMDU, Sejauh kita koordinasi dengan DITKUH, tidak ada jawaban soal estimasi, kapan proses akan selesai? pertanyaan seperti itu sudah kita ajukan, intinya pemerintah daerah sudah berusaha maksimal untuk memperjuangkan hak-haknya masyarakat” ujarnya.
Disinggung soal desa Lebak Harjo bintoro mengaku belum ada koordinasi.
“untuk desa lebak harjo belum ada koordinasi dengam kita pak, cuman memang kita punya grup yang isinya seluruh kepala desa, setiap informasi perkembangan dari program reforma agraria kita kirim langsung ke grup itu, sudah ada 10 desa lebih yang sudah datang ke kantor dinas pertanahan dan kita kasih jawaban dengan jawaban yang sama” kata bintoro.
Salah satu warga desa Lebak Harjo (Gatot) bertanya, apakah jika SK pelepasan sudah terbit masyarakat boleh melihat SK itu ? bintoro menjawab “sangat bisa sekali bahkan setiap tahapan yang sudah dijalankan pemerintah masyarakat bisa mengikuti, bahkan kita libatkan” pungkasnya.
Bersambung……!!!!!!!