Hirarki Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia



𝐂𝐢𝐥𝐚𝐜𝐚𝐩, 𝐦𝐞𝐝𝐢𝐚𝐫𝐞𝐚𝐥𝐢𝐭𝐚𝐧𝐞𝐰𝐬 𝐜𝐨𝐦 -  Hirarki peraturan perundang-undangan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Hirarki ini menggambarkan tingkatan dari berbagai jenis peraturan yang diakui dalam sistem hukum Indonesia, dari yang tertinggi hingga yang terendah. Berikut adalah urutan hirarki tersebut:


1. UUD 1945

   Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan sumber hukum tertinggi.


2. Undang-Undang (UU)

   Peraturan yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden.


3. Peraturan Pemerintah (PP) 

   Peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk melaksanakan undang-undang.


4. Peraturan Presiden (Perpres)

   Peraturan yang ditetapkan oleh Presiden untuk mengatur hal-hal tertentu.


5. Peraturan Daerah (Perda)

   Peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah (provinsi atau kabupaten/kota) untuk mengatur urusan daerah.


6. Peraturan Bupati/Wali Kota (Perbup/Perwal)  

   Peraturan yang ditetapkan oleh bupati atau wali kota untuk melaksanakan peraturan daerah.


7. Surat Edaran

   Merupakan sebatas  instruksi atau petunjuk yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah, tetapi tidak memiliki kekuatan hukum yang sama dengan peraturan di atas.


Asas Lex Posterior Derogat Legi Prior


Asas lex posterior derogat legi priori adalah prinsip hukum yang menyatakan bahwa undang-undang yang lebih baru dapat membatalkan atau mengesampingkan undang-undang yang lebih lama. Artinya, jika terdapat pertentangan antara dua undang-undang, maka undang-undang yang lebih baru akan menjadi acuan yang berlaku.


 Kekosongan Hukum (Rechtsvacuum) dalam Rekrutmen Perangkat Desa


Dalam konteks rekrutmen perangkat desa di Kecamatan Jeruk Legi, ketika terdapat kekosongan hukum akibat belum adanya aturan turunan dari UU No. 3 Tahun 2024, muncul pertanyaan mengenai penggunaan surat edaran dari Sekretariat Daerah Kabupaten Cilacap. Surat edaran tersebut, meskipun dapat dianggap sebagai bentuk instruksi, tidak termasuk dalam hirarki peraturan perundang-undangan yang diakui di Indonesia.


 Apakah Ini Diperbolehkan?


Penggunaan surat edaran dalam konteks ini menimbulkan beberapa masalah hukum:


1. Kekosongan Hukum 

   Dalam situasi kekosongan hukum, seharusnya ada upaya untuk membuat peraturan yang lebih formal, seperti Perda atau Perbup, agar keputusan yang diambil dapat memiliki kekuatan hukum yang sah.


2. Hirarki Hukum 

   Jika desa Cantolan mengacu langsung kepada undang-undang tanpa melalui Perda atau Perbup, hal ini bisa dianggap mengabaikan hirarki hukum. Surat edaran tidak memiliki posisi yang kuat dalam sistem hukum, dan oleh karena itu tidak seharusnya digunakan sebagai rujukan utama.


3. Risiko Hukum

   Jika keputusan diambil berdasarkan surat edaran, ada risiko bahwa tindakan tersebut dapat diuji di pengadilan dan dianggap tidak sah karena tidak mengikuti prosedur dan hirarki hukum yang berlaku.


Kesimpulan


Dalam sistem hukum Indonesia, penting untuk mengikuti hirarki peraturan perundang-undangan. Penggunaan surat edaran dalam situasi yang membutuhkan landasan hukum yang lebih kuat dapat mengakibatkan permasalahan hukum di kemudian hari. Oleh karena itu, disarankan untuk segera menyusun peraturan yang sesuai agar dapat mengatasi kekosongan hukum dan memastikan kepatuhan terhadap hirarki hukum yang ada.busro

Lebih baru Lebih lama